Selasa, 23 Desember 2008

pengertian bughot

bughot

Bughat atau bughoh adalah gerombolan (pemberontak) yang menentang kekuasaan negeri dengan kekerasan senjata, baik karena salah pengertian ataupun bukan.

Kata bughoh jama’ dari baaghin artinya seorang penantang kekuasaan negeri dengan kekerasan senjata.
Yang dikatakan kaum bughat, ialah orang-orang yang menolak (memberontak) kepada Imam (pemimpin pemerintahan Islam). Adapun yang dikatakan Imam ialah pemimpin rakyat Islam yang mengurusi soal-soal kenegaraan dan keagamaanya. Adapun cara memberontak ialah dengan:
1. Memisahkan diri dari wilayah kekuasaan Imamnya.
2. Atau menentang kepada keputusan Imam, atau menentang perintahnya dengan jalan kekerasan senjata.

Orang-orang golongan manusia yang disebut bughat itu harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1. Mempunyai kekuatan bala tentara serta senjatanya untuk memberontak Imamnya.
2. Mempunyai pimpinan yang ditaati oleh mereka.
3. Mereka berbuat demikian, disebabkan karena timbulnya perbedaan pendapat dengan Imamnya mengenai politik pemerintahannya, sehingga mereka beranggapan bahwa memberontaknya itu menjadi keharusan baginya.

Adapun yang dikatakan Imamul Muslimin, ialah pemegang pemerintahan umum bagi kaum Muslimin, mengenai urusan agama dan urusan kenegaraannya dan dia diangkat berdasarkan bai’at (kesetiaan) dari masyarakatnya, entah langsung atau melalui wakil-wakilnya, yaitu: Para ulama, cendekiawan, dan para terkemuka yang disebut: Ahlul Hilli wal ‘aqdi. Pengangkatan Imam dianggap cukup dengan perantaraan mereka, karena mereka itu mudah untuk berkumpul dalam satu tempat, sehingga segala persoalan mudah diatasi/ diselesaikan.
Kaum Bughat bisa ditumpas dengan jalan:
Mula-mula Imam mengutus utusannya untuk menghubungi mereka guna meminta alasan sebab-sebabnya mereka memberontak. Hal ini sebagaimana tindakan Khalifah Ali bin Abi Thalib ra dalam mengutus Ibnu Abbas untuk menghubungi golongan Nahrawan.
Kalau disebabkan karena Imamnya berbuat kedzaliman, hendaknya Imam itu meninggalkan/ merobah perbuatannya itu supaya menjadi baik.
Kalau Imam itu tidak merasakan bahwa dia itu tidak berbuat dhalim, hendaknya diadakan pertukaran fikiran antara Imam dengan pemimpin mereka (pemberontak).
Kalau mereka terus membandel, Imam berhak memberikan ultimatum kepada mereka, dengan akan diadakannya tindakan tegas, bila mereka tidak segera menyerahkan diri.
Kalau mereka terus membandel juga, Imam berhak untuk mengadakan tindakan dengan kekerasan senjata pula sebagai imbangan kepada perbuatan mereka.
Firman Allah:
“Kalau dua golongan dari golongan orang-orang Mukmin mengadakan peperangan, maka damaikanlah antara keduanya. Kalau salah satunya berbuat menentang perdamaian kepada lainnya, maka perangilah orang-orang (golongan) yang menentang itu sehingga mereka kembali ke jalan Allah. Kalau mereka kembali, maka damaikanlah antara keduanya dengan adil, dan memang harus berbuat adillah kamu sekalian. Sesungguhnya Allah itu mencintai pada orang-orang yang berlaku adil. (Al-Hujuraat: 9).
Kekhususan dalam Menghadapi Bughat, Imam Al-Mawardi menjelaskan ada 8 perbedaan antara memerangi para pemberontak kaum Muslimin dengan memerangi orang-orang Musyrik dan orang-orang murtad.
Peperangan terhadap para pemberontak kaum muslimin dimaksudkan untuk menghentikan pemberontakan mereka dan sama sekali tidak dimaksudkan untuk membunuh mereka. Di sisi lain dibenarkan peperangan terhadap orang-orang musyrik dan orang-orang murtad dimaksudkan untuk membunuh mereka.
Para pemberontak kaum muslimin baru boleh diserang, jika mereka maju menyerang. Jika mereka mundur dari medan perang, mereka tidak boleh diserang. Di sisi lain, diperbolehkan menyerang orang-orang musyrik dan orang-orang murtad; mereka maju menyerang atau mundur.
Orang-orang terluka dari para pemberontak tidak boleh dibunuh. Di sisi lain diperbolehkan membunuh orang-orang terluka dari orang-orang musyrik dan orang-orang murtad. Pada Perang Jamal, Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu Anhu memerintahkan penyerunya untuk berseru dengan suara keras, “Orang yang telah mundur dari medan perang tidak boleh diserang, dan orang yang terluka tidak boleh dibunuh.”
Tawanan-tawanan yang berasal dari para pemberontak tidak boleh dibunuh. Di sisi lain tawanan-tawanan dari orang-orang musyrik dan orang-orang murtad boleh dibunuh. Kondisi tawanan perang dari para pemberontak harus diperhatikan dengan cermat ; jika ia diyakini tidak kembali berperang (memberontak), ia dibebaskan. Jika ia diyakini kembali berperang (memberontak), ia tetap ditawan hingga perang usai. Jika perang telah usai, ia dibebaskan dan tidak boleh ditawan sesudah perang. Al-Hajjaj pernah membebaskan salah seorang tawanan dari sahabat-sahabat Qathri bin Al-Fuja’ah, karena keduanya saling kenal. Al-Qathri berkata kepada tawanan tersebut, “kembalilah berperang melawan musuh Allah, Al-Hajjaj.” Tawanan tersebut menjawab, “Aduh, kalau begitu dua tangan orang yang telah dibebaskan telah berkhianat, dan memperbudak leher orang yang membebaskannya!”
Harta para pemberontak tidak boleh diambil, dan anak-anak mereka tidak boleh disandra. Diriwayatkan dari Rasulullah saw bahwa beliau bersabda,
منعت دار الإسلام ما فيها، وأباحت دار الشرك ما فيها.
Dilindungi apa saja yang ada di negara Islam, dan dihalalkan apa saja yang ada di negara musyrik.
Dalam memerangi para pemberontak, negara Islam tidak diperbolehkan meminta bantuan orang kafir muahid (yang berdamai dengan kaum muslimin), atau orang kafir dzimmi (kafir yang berada dalam jaminan keamanan kaum Muslimin dengan membayar jizyah dalam jumlah tertentu), kendati hal tersebut dibenarkan ketika negara Islam memerangi orang-orang musyrik, dan orang-orang murtad.
Negara Islam tidak boleh berdamai dengan mereka untuk jangka waktu tertentu dan juga tidak boleh berdamai dengan mereka dengan kompensasi uang. Jika komandan perang pasukan Islam berdamai dengan mereka dalam jangka waktu tertentu, ia tidak harus memenuhinya. Jika ia tidak sanggup memerangi mereka, ia menunggu datangnya bantuan pasukan untuk menghadapi mereka. Jika ia berdamai dengan mereka, dengan kompensasi uang, maka perdamaian batal, dan uang perdamaian diperhatikan dengan baik; jika uang tersebut berasal dari fai’ mereka atau berasal dari sedekah (zakat) mereka, maka uang tersebut tidak dikembalikan kepada mereka, kemudian sedekah (zakat) tersebut didistribusikan kepada para penerimanya dari kaum muslimin, dan fai’ dibagi-bagikan pada penerimanya. Jika uang perdamaian murni dari mereka, uang tersebut tidak boleh dimiliki pasukan Islam dan harus dikembalikan kepada mereka.
Pasukan Islam tidak boleh menyerang mereka dengan menggunakan senjata al-arradat (senjata pelempar batu), rumah-rumah mereka tidak boleh dibakar, kurma-kurma dan pohon-pohon mereka tidak boleh ditebang, karena itu semua berada di dalam negara Islam yang terlindungi, kendati warganya memberontak.
Demikianlah pengertian tentang bughat atau pemberontak Muslim di negeri yang pemerintahannya Islam. Perlawanan para pemberontak pemerintahan Islam itu sendiri apabila pemerintahnya dhalim, masih jadi pembicaraan, sebagai berikut:
Prof TM Hasbi As-Shiddieqy mengemukakan kaidah sebagai berikut:
“Tidak boleh kita menentang pemerintah atau kepala negara selama mereka belum melahirkan kufur yang nyata.”
Demikian pendapat Jumhur Ulama. Setengah ulama membolehkan, bahkan mewajibkan rakyat menentang kepala negara yang lalim, walaupun belum nyata kufurnya.
Dalam kaidah itu, pemerintahan Islam yang sah saja kalau penguasanya dhalim maka sebagian ulama membolehkan bahkan mewajibkan rakyat menentangnya. Lantas, bagaimana bisa pemerintahan Gus Dur yang sama sekali tidak doyan Islam itu mau didukung-dukung oleh orang-orang NU yang mencari-cari hukum bughat dan akan ditimpakan kepada para penentang Gus Dur yang dinilai dhalim? Bahkan sudah ada 500-an orang yang menyebut dirinya Pasukan Berani Mati (PBM) demi Gus Dur didatangkan dari Jawa Timur ke Jakarta.

perbedaan perampokan dan pencurian

perampokan dan pencurian


Perampok adalah orang yang melakukan kejahatan bernama perampokan. Perampokan adalah jenis kejahatan yang termasuk dalam rumpun pencurian yang paling berat, yang dalam KUHP disebut sebagai pencurian dengan kekerasan. Karenanya, ancaman hukumannya juga paling tinggi di antara jenis pencurian lainnya, seperti pencurian biasa, dan pencurian dengan pemberatan. Perampokan sering kali diikuti pula oleh kejahatan lain, sehingga terjadi apa yang disebut dalam hukum pidana sebagai somenloop (concursus). Dilihat dari pelakunya, perampokan juga melibatkan banyak orang atau dilakukan oleh lebih dari satu orang pelaku, yang dalam hukum pidana disebut dengan istilah delneming. Dilihat dari rumpunnya, korupsi juga berinduk pada kejahatan pencurian. Dengan kata lain, korupsi adalah bentuk mutakhir dari pencurian.

Dalam hal ini, perampokan bila dibandingkan dengan pencurian adalah sama-sama merupakan perkembangan dari pencurian, dan juga dilakukan secara bersama-sama. Dengan demikian, samakah koruptor dengan perampok? Jika dilihat dari sisi gramatikal, maka perampok dan koruptor memiliki persamaan tetapi sekaligus juga memiliki perbedaan. Persamaannya adalah sama-sama melakukan pencurian, yang keduanya dapat dihukum menurut sistem hukum pidana. Persamaan penting yang lain adalah dari sisi moral, yang mana kedua jenis kejahatan ini memiliki tingkat ketercelaan yang tinggi. Ketercelaan itu disebabkan karena harta yang dicuri oleh perampok dan koruptor biasanya dalam jumlah besar. Bukan karena kemiskinan, seperti yang terjadi dalam pencurian dasar. Para perampok biasanya membentuk organisasi kejahatan, dan karena hasil kejahatannya, mereka justru menjadi kaya raya.

larangan berzina

Larangan & Balasan Untuk Laki-laki / Perempuan Yang Berzina

Al Quran : (17) Al Israa’ : Ayat 32

Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk. (QS. 17:32)

Al Quran : (24) An Nuur : Ayat 2

"Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman. (QS. 24:2)"

Al Quran : (24) An Nuur : Ayat 3

"Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mukmin (QS. 24:3)"

Al Quran : (25) Al Furqaan : Ayat 66-69

"Sesungguhnya jahannam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat kediaman. Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian. Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya), (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina (QS. 25:66-69)"


Zina dalam Islam termasuk salah satu dosa besar yang harus dijauhi oleh semua individu yang mengklaim dirinya muslim. Al Quran, Surah Al Isra ayat 32, secara eksplisit menyatakan “Janganlah mendekati zina. Sesungguhnya zina itu perbuatan tercela dan suatu jalan (menuju banyak) kejahatan (dan keburukan yang lain).”

Menurut pakar tafsir kontemporer, Abdullah Yusuf Ali, penyebab larangan keras Al Quran atas perbuatan zina karena beberapa faktor. Pertama, zina tidak hanya perilaku yang sangat memalukan, tapi ia juga tidak konsisten dengan self-respect atau respek pada manusia lain. Kedua, zina membuka jalan pada banyak perbuatan jahat yang lain. Ketiga, zina menghancurkan fondasi dasar keluarga. Keempat, ia dapat menyebabkan pembunuhan, permusuhan dan hilangnya reputasi dan harta benda pelakunya. Kelima, ia juga secara permanen melepaskan ikatan hubungan keluarga dan masyarakat. Keenam, apabila terjadi “kecelakaan” (hamil), maka hal itu bertentangan dengan maslahat anak yang lahir atau yang akan lahir dari hubungan zina itu.

Dalam Surat Annur Ayat 2 Allah menganjurkan agar muslim atau muslimah tidak menikah dengan mereka yang pernah atau terbiasa melakukan zina. Karena Islam memerintahkan perlunya kesucian diri, baik lelaki dan wanita, di segala waktu – sebelum menikah atau selama berumah tangga.

HIV/AIDS hanyalah salah satu efek buruk perbuatan zina seperti disinggung dalam Surah Al Isra: 32 di atas. Tidak menutup kemungkinan efek-efek lain yang jauh lebih mengerikan dari AIDS akan menyusul apabila zina masih dianggap sebagai hal biasa tanpa sedikit pun mengindahkan larangan Sang Pencipta. Tidak ada obat pencegahan AIDS yang paling mujarab bagi umat Islam kecuali menjauhi zina dan tidak menikahi mereka yang pernah melakukan zina.

Hal paling mendasar yang membuat manusia suka terlena dan melakukan perbuatan zina dan dosa-dosa besar lainnya seperti minum alkohol dan korupsi adalah karena seringnya manusia memikirkan kesenangan jangka pendek dan melupakan akibat jangka panjang; baik dampak buruk bagi dirinya sendiri maupun bagi tatanan sosial masyarakat secara umum. Apabila setiap individu muslim bertekad untuk menjalani setiap larangan besar dalam Islam, dalam hal ini larangan berzina, maka umat Islam akan menjadi pelopor penanggulangan penyakit HIV/AIDS di seluruh dunia. Itulah salah satu makna implisit keagungan Islam sebagai agama yang rahmatan lil alamin (rahmat bagi seluruh alam).

http://ayatquran.wordpress.com/2008/12/02/larangan-balasan-untuk-laki-laki-perempuan-yang-berzina/
http://alkhoirot.com/2008/01/25/zina-dan-aids/

kafarat

Kafarat / Denda dalam Puasa Ramadhan

Penulis: Syaikh Salim bin Ied Al-Hilaaly, Syaikh Ali Hasan Abdul Hamid

1. Kafarat bagi laki-laki yang menjima’i isterinya
Telah lewat hadits Abu Hurairah, tentang laki-laki yang menjima’i isterinya di siang hari bulan Ramadhan, bahwa dia harus mengqadha’ puasanya dan membayar kafarat yaitu : membebaskan seorang budak, kalau tidak mampu maka puasa dua bulan berturut-turut, kalau tidak mampu maka memberi makan enam puluh orang miskin.

Ada yang mengatakan : kafarat jima’ itu boleh dipilih secara tidak tertib (yaitu tidak urut seperti yang dijelaskan dalam hadits Abu Hurairah, -ed), tetapi yang meriwayatkan dengan tertib (sesuai urutannya, -ed) perawinya lebih banyak, maka riwayatnya lebih rajih karena perawinya lebih banyak jumlahnya dan padanya terdapat tambahan ilmu, mereka sepakat menyatakan tentang batalnya puasanya karena jima’.

Tidak pernah terjadi hal seperti ini dalam riwayat-riwayat lain, dan orang yang berilmu menjadi hujjah atas yang tidak berilmu, yang menganggap lebih rajih yang tertib disebabkan karena tertib itu lebih hati-hati, karena itu berpegang dengan tertib sudah cukup, baik bagi yang menyatakan boleh memilih atau tidak, berbeda dengan sebaliknya.

2. Gugurnya kafarat
Barang siapa yang telah wajib membayar kafarat, namun tidak mampu mebebaskan seorang budak ataupun puasa (dua bulan berturut-turut) dan juga tidak mampu memberi makan (enam puluh orang miskin), maka gugurlah kewajibannya membayar kafarat, karena tidak ada beban syari’at kecuali kalau ada kemampuan.

Allah berfirman (yang artinya) : “ Allah tidak membebani jiwa kecuali sesuai kemampuan” [Al-Baqarah : 286]

Dan dengan dalil Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menggugurkan kafarat dari orang tersebut, ketika mengabarkan kesulitannya dan memberinya satu wadah korma untuk memberikan keluarganya.

3. Kafarat hanya bagi laki-laki
Seorang wanita tidak terkena kewajiban membayar kafarat, karena ketika dikhabarkan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam perbuatan yang terjadi antara laki-laki dan perempuan, beliau hanya mewajibkan satu kafarat saja.

Wallahu ‘alam

Judul Asli : Shifat shaum an Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam Fii Ramadhan, penulis Syaikh Salim bin Ied Al-Hilaaly, Syaikh Ali Hasan Abdul Hamid. Penerbit Al Maktabah Al islamiyyah cet. Ke 5 th 1416 H. Edisi Indonesia Sifat Puasa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam oleh terbitan Pustaka Al-Mubarok (PMR), penerjemah Abdurrahman Mubarak Ata. Cetakan I Jumadal Akhir 1424 H.

Sumber: http://www.salafy.or.id/salafy.php?menu=detil&id_artikel=322

khamar

Khamar (Arak)

KHAMAR adalah bahan yang mengandung alkohol yang memabukkan.

Untuk lebih jelasnya, di sini akan kami sebutkan beberapa bahaya khamar terhadap pribadi seseorang, baik akalnya, tubuhnya, agamanya dan dunianya, rumahtangga ditinjau dari segi pemeliharaannya maupun pengurusannya terhadap isteri dan anak-anak, masyarakat dan bangsa dalam existensinya, baik yang berupa moral maupun etika.

Sungguh benar apa yang dikatakan oleh salah seorang penyelidik, bahwa tidak ada bahaya yang lebih parah yang diderita manusia, selain bahaya arak. Kalau diadakan penyelidikan secara teliti di rumah-rumah sakit, bahwa kebanyakan orang yang gila dan mendapat gangguan saraf adalah disebabkan arak. Dan kebanyakan orang yang bunuh diri ataupun yang membunuh kawannya adalah disebabkan arak. Termasuk juga kebanyakan orang yang mengadukan dirinya karena diliputi oleh suasana kegelisahan, orang yang membawa dirinya kepada lembah kebangkrutan dan menghabiskan hak miliknya, adalah disebabkan oleh arak.

Begitulah, kalau terus diadakan suatu penelitian yang cermat, niscaya akan mencapai batas klimaks yang sangat mengerikan yang kita jumpai, bahwa nasehat-nasehat, kecil sekali artinya.

Orang-orang Arab dalam masa kejahilannya selalu disilaukan untuk minum khamar dan menjadi pencandu arak. Ini dapat dibuktikan dalam bahasa mereka yang tidak kurang dari 100 hama dibuatnya untuk mensifati khamar itu. Dalam syair-syairnya mereka puji khamar itu, termasuk sloki-slokinya, pertemuan-pertemuannya dan sebagainya.

Setelah Islam datang, dibuatnyalah rencana pendidikan yang sangat bijaksana sekali, yaitu dengan bertahap khamar itu dilarang. Pertama kali yang dilakukan, yaitu dengan melarang mereka untuk mengerjakan sembahyang dalam keadaan mabuk, kemudian meningkatkan dengan diterangkan bahayanya sekalipun manfaatnya juga ada, dan terakhir baru Allah turunkan ayat secara menyeluruh dan tegas, yaitu sebagaimana firmanNya:

"Hai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya arak, judi, berhala, dan undian adalah kotor dari perbuatan syaitan. Oleh karena itu jauhilah dia supaya kamu bahagia. Syaitan hanya bermaksud untuk mendatangkan permusuhan dan kebencian di antara kamu disebabkan khamar dan judi, serta menghalangi kamu ingat kepada Allah dan sembahyang. Apakah kamu tidak mau berhenti?" (al-Maidah: 90-91)

Dalam kedua ayat tersebut Allah mempertegas diharamkannya arak dan judi yang diiringi pula dengan menyebut berhala dan undian dengan dinilainya sebagai perbuatan najis (kotor). Kata-kata His (kotor, najis) ini tidak pernah dipakai dalam al-Quran, kecuali terhadap hal yang memang sangat kotor dan jelek.

Khamar dan judi adalah berasal dari perbuatan syaitan, sedang syaitan hanya gemar berbuat yang tidak baik dan mungkar. Justru itulah al-Quran menyerukan kepada umat Islam untuk menjauhi kedua perbuatan itu sebagai jalan untuk menuju kepada kebagiaan.

Selanjutnya al-Quran menjelaskan juga tentang bahaya arak dan judi dalam masyarakat, yang di antaranya dapat mematahkan orang untuk mengerjakan sembahyang dan menimbulkan permusuhan dan kebencian. Sedang bahayanya dalam jiwa, yaitu dapat menghalang untuk menunaikan kewajiban-kewajiban agama, diantaranya ialah zikrullah dan sembahyang.

Terakhir al-Quran menyerukan supaya kita berhenti dari minum arak dan bermain judi. Seruannya diungkapkan dengan kata-kata yang tajam sekali, yaitu dengan kata-kata: fahal antum muntahun? (apakah kamu tidak mau berhenti?).

Jawab seorang mu'min terhadap seruan ini: "Ya, kami telah berhenti, ya Allah!"

Orang-orang mu'min membuat suatu keanehan sesudah turunnya ayat tersebut, yaitu ada seorang laki-laki yang sedang membawa sloki penuh arak, sebagiannya telah diminum, tinggal sebagian lagi yang sisa. Setelah ayat tersebut sampai kepadanya, gelas tersebut dilepaskan dan araknya dituang ke tanah.

Banyak sekali negara-negara yang mengakui bahaya arak ini, baik terhadap pribadi, rumah tangga ataupun tanah air. Sementara ada yang berusaha untuk memberantasnya dengan menggunakan kekuatan undang-undang dan kekuasaan, seperti Amerika, tetapi akhirnya mereka gagal. Tidak dapat seperti yang pernah dicapai oleh Islam di dalam memberantas dan menghilangkan arak ini.

Dari kalangan kepala-kepala gereja bertentangan dalam menilai bagaimana pandangan Kristen terhadap masalah arak, justru karena di Injil ditegaskan: "Bahwa arak yang sedikit itu baik buat perut."

Kalau omongan itu betul, niscaya yang sedikit itu perlu dihentikan, sebab minum arak sedikit, dapat membawa kepada banyak. Gelas pertama akan disambut dengan gelas kedua dan begitulah seterusnya sehingga akhirnya menjadi terbiasa.

pengertian do'a

Definisi Do'a

Dalam Al-Quran banyak sekali kata-kata do'a dalam pengertian yang bebeda. Abû Al-Qasim Al-Naqsabandî dalam kitab syarah Al-Asmâ'u al-Husnâ menjelaskan beberapa pengertian dari kata doa.

Pertama, do'a dalam pengertian "Ibadah." Seperti dalam Al-Quran surah Yûnûs ayat 106.


Artinya: "Dan janganlah kamu beribadah, kepada selain Allah, yaitu kepada sesuatu yang tidak dapat mendatangkan manfaat kepada engkau dan tidak pula mendatangkan madarat kepada engkau."

Maksud kata berdo'a di atas adalah ber-"ibadah" (menyembah). Yaitu jangan menyembah selain daripada Allah, yakni sesuatu yang tidak memberikan manfaat dan tidak pula mendatangkan madarat kepadamu.

Kedua, doa dalam pengertian "Istighatsah" (memohon bantuan dan pertolongan). Seperti dalam Al-Quran surah Al-Baqarah ayat 23 dibawah ini.


Artinya: "Dan berdo'alah kamu (mintalah bantuan) kepada orang-orang yang dapat membantumu."

Maksud kata ber-"doa" (wad'u) dalam ayat ini, adalah "Istighatsah" (meminta bantuan, atau pertolongan). Yaitu mintalah bantuan atau pertolongan dari orang-orang yang mungkin dapat membantu dan memberikan pertolongan kepada kamu.

Ketiga, Doa dalam pengertian "permintaan" atau "permohonan." Seperti dalam Al-Quran surah Al-Mu'minûn ayat 60 dibawah ini.


Artinya: "Mohonlah (mintalah) kamu kepada-Ku, pasti Aku perkenankan (permintaan) kamu itu."

Maksud kata "Doa" (ud'ûnî) dalam ayat ini adalah, "memohon" atau "meminta." Yaitu, mohonlah (mintalah) kepada Aku (Allah) nisscaya Aku (Allah) akan perkenankan permohonan (permintaan) kamu itu.


Keempat, Doa dalam pengertian "percakapan". Seperti dalam Al-Quran surah Yûnûs ayat 10 dibawah ini.

Artinya: "Doa (percakapan) mereka di dalamnya (surga), adalah Subhânakallâhumma (Mahasuci Engkau wahai Tuhan)."

Kelima, Doa dalam pengertian "memanggil." Seperti firman Allah dalam Al-Quran dibawah ini.


Artinya: "Pada hari, dimana la mendoa (memanggil) kamu."

Maksud kata "doa" (yad'û) dalam ayat ini adalah "memanggil." Yaitu, pada suatu hari, dimana la (Tuhan) menyeru (memanggil) kamu.

Keenam, Doa dalam pengertian "memuji." Seperti dalam Al-Quran surah Al-Isrâ' ayat 110 dibawah ini.


Artinya: "Katakanlah olehmu hai Muhammad: berdoalah (pujilah) akan Allah atau berdoalah (pujilah), akan Ar-Rahmân (Maha penyayang)."

Maksud kata "doa " (qulid'û) dalam ayat ini adalah "memuji". Yaitu, pujilah olehmu Muhammad akan Allah atau pujilah olehmu Muhammad akan Al-Rahmân.

Maka atas dasar uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa "doa" adalah ucapan permohonan dan pujian kepada Allah SWT. dengan cara-cara tertentu disertai kerendahan hati untuk mendapatkan kemaslahatan dan kebaikan yang ada disisi-Nya. Atau dengan istilah Al-Tîbî seperti dikutip Hasbi Al-Shidiq "do'a" adalah "Melahirkan kehinaan dan kerendahan diri serta menyatakan kehajatan (kebutuhan) dan ketundukan kepada Allah Swt."

Prev: ulumul qur'an